NPM : 48214747
Kelas : 3DA02
Latihan 3 Softskill (BEP dan Contoh Kasus)
BREAK EVEN POINT DAN CONTOH KASUS
1.
PENGERTIAN ANALISIS BREAK EVEN POINT
Analisis
BEP mempunyai hubungan yang sangat erat dengan program budget, walaupun analisa
BEP dapat diterapkan dengan data historis, tetapi akan sangat berguna bagi
manajemen jika diterapkan pada taksiran periode yang akan datang. Penggunaan
budget ini akan lebih bermanfaat bagi manajemen apabila disertai dengan
teknik-teknik perencanaan atau analisa seperti analisa BEP karena untuk
mengetahui besarnya BEP perlu diadakan analisa terhadap hubungan antara biaya,
volume, harga jual dan laba.
BEP
dapat diartikan suatu keadaan dimana dalam operasi perusahaan, perusahaan tidak
memperoleh laba dan tidak menderita rugi (Penghasilan = Total Biaya). Tetapi
analisa BEP tidak hanya semata-mata untuk mengetahui keadaan perusahaan yang BEP
saja, akan tetapi analisa BEP mampu memberikan informasi kepada pinjaman
perusahaan mengenai berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan
kemungkinan memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan.
2.
PENENTUAN TINGKAT BEP
Untuk
dapat menentukan tingkat BEP, maka biaya yang terjadi harus dapat dipisahkan
menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Dalam memisahkannya bukanlah hal
yang mudah, jenis biaya semi variabel atau semi tetap dalam analisa BEP perlu
dipisahkan lebih dahulu menjadi biaya variabel dan biaya tetap dengan
menggunakan metode tertentu.
Tingkat
BEP ditentukan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan matematis dan pendekatan
grafis. Secara matematis, tingkat BEP dapat ditentukan dengan berbagai rumus.
Secara grafis, untuk menggambarkan tingkat volume dan labanya diperlukan grafik
atau bagan BEP. Untuk menentukan jumlah penjualan minimal yang harus dicapai
agar perusahaan mencapai BEP ditentukan dengan rumus sebagai berikut :BEP
(dalam satuan) = Biaya tetap dibagi margin per satuan barang
Marginal
income ratio adalah ratio antara marginal income dengan hasil penjualannya,
sedangkan marginal income adalah selisih antara hasil penjualan dengan biaya
variabel. Untuk menentukan jumlah satuan barang yang harus dijual agar perusahaan
mencapai BEP, dapat pula ditentukan dengan membagi hasil penjualan pada tingkat
BEP dengan harga jual per satuan barang tersebut.
Break
Even Point memerlukan komponen penghitungan dasar seperti berikut ini:
- Fixed Cost.
Komponen ini merupakan biaya yang tetap atau konstan jika adanya tindakan
produksi atau meskipun perusahaan tidak berproduksi. Contoh biaya ini
yaitu biaya tenaga kerja, biaya penyusutan mesin, dll.
- Variabel Cost.
Komponen ini merupakan biaya per unit yang sifatnya dinamis tergantung
dari tindakan volume produksinya. Jika produksi yang direncanakan
meningkat, berarti variabel cost pasti akan meningkat. Contoh biaya ini
yaitu biaya bahan baku, biaya listrik, dll.
- Selling Price.
Komponen ini adalah harga jual per unit barang atau jasa yang telah
diproduksi.
Rumus
Break Even Point
Rumus
yang digunakan untuk analisis Break Even Point ini terdiri dari dua macam
sebagai berikut:- Dasar Unit
Berapa unit jumlah barang/jasa yang harus dihasilkan untuk mendapat titik impas: BEP = FC /(P-VC) - Dasar Penjualan
Berapa rupiah nilai penjualan yang harus diterima untuk mendapat titik impas: FC/ (1 – (VC/P))* Penghitungan (1 – (VC/P)) biasa juga disebut dengan istilah Margin Kontribusi Per Unit.
Simulasi
Menghitung BEP
Agar bisa memahaminya,
mari kita praktikkan langsung rumus ini dengan simulasi:Total Biaya Tetap (FC) senilai Rp 100 juta
Total Biaya Variabel (VC) per unit senilai Rp 60 ribu
Harga jual barang per unit senilai Rp 80 ribu
Penghitungan BEP Unit
BEP = FC/ (P – VC)
BEP = 100.000.000/ (80.000 – 60.000)
BEP = 5000
BEP = FC/ (P – VC)
BEP = 100.000.000/ (80.000 – 60.000)
BEP = 5000
Penghitungan BEP Rupiah
BEP = FC/ (1 – (VC/P))
BEP = 100.000.000/ (1 – (60.000/80.000))
BEP = Rp 400.000.000
BEP = FC/ (1 – (VC/P))
BEP = 100.000.000/ (1 – (60.000/80.000))
BEP = Rp 400.000.000
Dari
analisis inilah perusahaan dapat meramalkan keuntungan yang dapat diperoleh
(target laba) berdasarkan berapa penjualan minimumnya. Adapun rumus untuk
menghitung target ini sebagai berikut:
BEP – Laba = (FC +
Target Laba) / (P – VC)
Mari
kita pelajari simulasi untuk menghitung target laba ini. Dengan FC, VC,
dan P yang sama dengan contoh sebelumnya, perusahaan ini menargetkan laba
sebesar Rp 80 juta per bulan.
BEP – Laba = (FC +
Target Laba) / (P – VC)
BEP – Laba = (100.000.000 + 80.000.000) / (80.000 – 60.000)
BEP – Laba = 180.000.000 / 20.000
BEP – Laba = 9.000 unit atau
BEP – Laba = Rp 720 juta (didapat dari: 9000 unit x Rp 80.000)
BEP – Laba = (100.000.000 + 80.000.000) / (80.000 – 60.000)
BEP – Laba = 180.000.000 / 20.000
BEP – Laba = 9.000 unit atau
BEP – Laba = Rp 720 juta (didapat dari: 9000 unit x Rp 80.000)
4.
MEMBUKTIKAN LABA YANG DIPEROLEH
Untuk
membuktikan bahwa dengan menjual 9.000 unit bernilai Rp 720.000.000, perusahaan
akan mendapatkan laba Rp 80 juta, mari kita periksa berikut ini:
Penjualan Rp 720.000.000FC Rp 100.000.000
Total VC (Rp 60.000 x 9000 unit) Rp 540.000.000
Total Biaya Rp 640.000.000
Laba Rp 80.000.000 (Dihitung dengan cara: Penjualan – (FC + Total VC))
Dalam berbisnis, tentunya analisis break even point sangat membantu pelaku bisnis untuk memproyeksikan seberapa banyak barang yang harus diproduksi dan perbandingannya dengan uang/ pendapatan yang diterima. BEP ini menjadi komponen terpenting yang wajib ada di dalam suatu software akuntansi dan manajemen bisnis.
Asumsi - asumsi dalam mengadakan BEP :
- Harga
jual produk harus tetap
- Tidak
menggunakan lebih dari satu jenis produk, apabila menggunakan lebih dari
satu jenis produk maka menggunakan perhitungan analisa BEP tersendiri
- Produksi
haruslah konstan
- Semua
biaya besaran produksi dapat diukur secara realistik
4. KEGUNAAN BREAK EVEN
POINT
BEP sangat berguna bagi perusahaan untuk menentukan besaran jumlah produksi yang akan dihasilkan dan nilai harga jual barang tersebut. Dengan menerapkan analisa BEP, perusahaan dapat melihat laba, kerugian, harga jual, produksi, keuntungan, dan lain sebagainya yang telah dapat diprediksi sebelumnya, sehingga mempermudah bagi pemimpin perusahaan untuk menentukan kebijaksanaan. Selain itu, kegunaan lain dari BEP adalah sebagai berikut:
BEP sangat berguna bagi perusahaan untuk menentukan besaran jumlah produksi yang akan dihasilkan dan nilai harga jual barang tersebut. Dengan menerapkan analisa BEP, perusahaan dapat melihat laba, kerugian, harga jual, produksi, keuntungan, dan lain sebagainya yang telah dapat diprediksi sebelumnya, sehingga mempermudah bagi pemimpin perusahaan untuk menentukan kebijaksanaan. Selain itu, kegunaan lain dari BEP adalah sebagai berikut:
- Alat perencanaan untuk hasilkan
laba
- Memberikan informasi mengenai
berbagai tingkat volume penjualan, serta hubungannya dengan kemungkinan
memperoleh laba menurut tingkat penjualan yang bersangkutan
- Mengevaluasi laba dari perusahaan
secara keseluruhan
- Mengganti sistem laporan yang tebal
dengan grafik yang mudah dibaca dan dimengerti
Menurut
Rony (1990, p. 357) analisis BEP sangat bermanfaat bagi manajemen dalam
menjelaskan beberapa keputusan operasional yang penting dalam tiga cara berbeda
namun tetap berkaitan yaitu:
- Pertimbangan tentang produk baru
dalam menentukan berapa tingkat penjualan yang harus dicapai agar
perusahaan memperoleh laba.
- Sebagai kerangka dasar penelitian
pengaruh ekspansi terhadap tingkat operasional.
- Membantu manajemen dalam
menganalisis konsekuensi penggeseran biaya variabel menjadi biaya tetap
karena otomisasi mekanisme kerja dengan peralatan yang canggih.
Matz,
Usry dan Hammer (1991, p. 224) juga menjelaskan beberapa manfaat analisa BEP
untuk manajemen, yaitu :
- Membantu pengendalian melalui
anggaran.
- Meningkatkan dan menyeimbangkan
penjualan.
- Menganalisa dampak perubahan
volume.
- Menganalisa harga jual dan dampak
perubahan biaya.
- Merundingkan upah.
- Manganalisa bauran produk.
- Manerima keputusan kapitalisasi dan
ekspansi lanjutan.
- Menganalisa margin of safety.
5.
KEGUNAAN ANALISA BEP BAGI MANAJEMEN
1. Analisa
BEP dan Keputusan Penambahan Investasi
Hasil
analisa BEP di samping memberikan gambaran tentang hubungan antara biaya,
volume dan laba, juga akan dapat membantu atau memberikan informasi maupun
pedoman kepada manajement dalam memecahkan masalah-masalah lain yang
dihadapinya. Misalnya masalah penambahan atau penggantian fasilitas pabrik atau
investasi dalam aktiva tetap lainnya.
Langkah-langkah
yang harus dilakukan untuk menghadapi masalah tersebut adalah sebagai berikut :
a. Memperbandingkan
tingkat BEP sebelum adanya tambahan investasi baru dengan sesudah adanya
tambahan investasi tersebut;
b. Menentukan
tingkat penjualan yang harus dicapai perusahaan untuk memperoleh keuntungan
tertentu atau minimal sama dengan keadaan sekarang;
c. Menentukan
kemungkinan-kemungkinan yang dapat dicapai dalam dua keadaan tersebut.
2. Analisa
BEP dan Keputusan Menutup Usaha
Suatu
usaha harus dihentikan atau ditutup apabila penghasilan yang diperoleh tidak
dapat menutup biaya tunainya. Untuk mengetahui pada tingkat penjualan berapa
suatu usaha harus dihentikan dapat dilakukan dengan menggunakan rumus maupun
dengan grafik BEP.
Biaya
variabel biasanya merupakan biaya tunai dan biaya tetap sebagian merupakan
biaya tunai dan sebagian lagi merupakan sunk cost. Untuk menghitung
jumlah satuan barang yang harus dijual agar dapat menutup biaya tunainya (shut
down point), yaitu biaya tetap tunai dibagi dengan marginal income per
unit.
Bila
digunakan grafik, maka suatu usaha harus dihentikan apabila tingkat penjualan
berada di titik perpotongan antara garis penjualan dengan garis biaya tunai.
Di
samping kedua kegunaan tersebut, analisa BEP dapat pula digunakan untuk
membantu memecahkan masalah lain, misalnya : penentuan harga jual terendah yang
memungkinkan untuk diterima oleh perusahaan, penentuan produk yang harus
ditingkatkan ataupun dikurangi produksinya untuk memperoleh keutungan yang
terbesar, menentukan akibat adanya perubahan tingkat harga ataupun product
mixture, penentuan profit/keuntungan yang akan diperoleh pada berbagai
tingkat volume penjualan dan masalah lain yang dihadapi manajemen perusahaan.
6.
ANGGAPAN-ANGGAPAN ANALISA BEP
Pada
umumnya konsep atau anggaran dasar yang digunakan dalam analisa BEP, antara
lain :
a. Bahwa
biaya harus dapat dipisahkan atau diklasifikasikan menjadi biaya tetap dan
biaya variabel dan prinsip variabilitas biaya dapat diterapkan dengan tepat;
b. Bahwa
biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh;
c. Bahwa
biaya variabel akan berubah secara proporsional (sebanding) dengan perubahan
volume penjualan dan adanya sinkronisasi antara produksi dan penjualan;
d. Bahwa
harga jual per satuan barang tidak akan berubah, berapapun jumlah satuan barang
yang dijual atau tidak ada perubahan harga secara umum;
e. Bahwa
hanya ada satu macam barang yang diproduksi atau dijual atau jika lebih dari
satu macam maka kombinasi atau komposisi penjualannya (sales mix) akan
tetap konstan.
Asumsi-Asumsi Dasar Analisa BEP menurut Mulyadi
(1993, p. 259) :
a. Variabilitas
biaya dianggap akan mendekati pola perilaku yang diramalkan.
b. Harga
jual produk dianggap tidak berubah-ubah pada berbagai tingkat kegiatan.
c. Kapasitas
produksi pabrik dianggap secara relative konstan.
d. Harga
faktor-faktor produksi dianggap tidak berubah.
e. Efisiensi
produksi dianggap tidak berubah.
f. Perubahan
jumlah persediaan awal dan akhir dianggap tidak signifikan.
g. Komposisi
produk yang dijual dianggap tidak berubah.
h. Volume
merupakan faktor satu-satunya yang mempengaruhi biaya.
Analisis
BEP mempunyai keterbatasan, yaitu:
a. Fixed
cost haruslah konstan selama periode atau range of out put tertentu
b. Variabel
cost dalam hubungannya dengan sales haruslah konstan
c. Sales
price perunit tidak berubah dalam periode tertentu
d. Sales
mix adalah konstan
7. KELEMAHAN BREAK EVEN
POINT
Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa break even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek. (Soehardi,2004).
Sekalipun Analisa break even ini banyak digunakan oleh perusahaan, tetapi tidak dapat dilupakan bahwa analisa ini mempunyai beberapa kelemahan. Kelemahan utama dari analisa break even point ini antara lain : asumsi tentang linearity, kliasifikasi cost dan penggunaannya terbatas untuk jangka waktu yang pendek. (Soehardi,2004).
1. Asumsi
tentang linearity
Pada
umumnya baik harga jual per unit maupun variabel cost per unit, tidaklah
berdiri sendiri terlepas dari volume penjualan. Dengan perkataan lain, tingkat
penjualan yang melewati suatu titik tertentu hanya akan dicapai dengan jalan
menurunkan harga jual per unit. Hal ini tentu saja akan menyebabkan garis
renevue tidak akan lurus, melainkan melengkung. Disamping itu variabel
operating cost per unit juga akan bertambah besar dengan meningkatkan volume
penjualan mendekati kapasitas penuh. Hal ini bisa saja disebabkan karena
menurunnya efesiensi tenaga kerja atau bertambah besarnya upah lembur.
2. Klasifikasi
biaya
Kelemahan
kedua dari analisa break even point adalah kesulitan di dalam
mengklasifikasikan biaya karena adanya semi variabel cost dimana biaya ini
tetap sampai dengan tingkat tertentu dan kemudian berubah-ubah setelah melewati
titik tersebut.
3. Jangka
waktu penggunaan
Kelemahan
lain dari analisa break even point adalah jangka waktu penerapanya yang
terbatas, biasanya hanya digunakan di dalam pembuatan proyeksi operasi selama
setahun. Apabila perusahaan mengeluarkan biaya-biaya untuk advertensi ataupun
biaya lainnya yang cukup besar dimana hasil dari pengeluaran tersebut (tambahan
investasi) tidak akan terlihat dalam waktu yang dekat sedangkan operating cost
sudah meningkat, maka sebagai akibatnya jumlah pendapatan yang harus dicapai
menurut analisa break even point agar dapat menutup semua biaya-biaya operasi
yang bertambah besar juga.
8.
GRAFIK BEP DAN GRAFIK LABA PER SATUAN
Dengan
grafik BEP, manajemen akan dapat mengetahui hubungan antara biaya, penjualan
(volume penjualan) dan laba. Selain itu, manajemen dapat mengetahui
besarnya biaya yang tergolong biaya tetap dan biaya variabel. Di samping itu,
manajemen dapat mengetahui tingkat penjualan yang masih menimbulkan kerugian
dan sudah menimbulkan laba.
Dari
grafik laba per satuan maupun dari tabelnya, manajemen akan memperoleh
informasi tentang hubungan antara volume penjualan, biaya dan laba per satuan
barang; manajemen akan memperoleh informasi tentang besarnya biaya per satuan,
rugi maupun laba untuk berbagai tingkat penjualan/produksi tersebut dan
besarnya satuan barang yang harus dijual agar perusahaan tidak menderita rugi
dan belum memperoleh laba.
Berdasarkan
keterbatasan tersebut, BEP akan bergeser atau berubah apabila:
1. Perubahan
FC, terjadi sebagai akibat bertambahnya kapasitas produksi, dimana perubahan
ini di tandai dengan naik turunnya garis FC dan TC-nya, meskipun perubahannya
tidak mempengaruhi kemiringan garis TC. Bila FC naik BEP akan bergeser keatas
atau sebaliknya.
2. Perubahan
pada variabel cost ratio atau VC per unit, dimana perubahan ini akan menentukan
bagaimana miringnya garis total cost. Naiknya biayaVC per unit akan menggeser
BEP keatas atau sebaliknya.
3. Perubahan
dalam sales price per unit. Perubahan ini akan mempengaruhi miringnya garis
total revenue (TR). Naiknya harga jual per unit pada level penjualan yang sama
walaupun semua biaya adalah tetap, akan menggeser kebawah atau sebaliknya.
4. Terjadinya
perubahan dalam sales mix. Apabila suatu perusahaan memproduksi lebih dari satu
macam produk maka komposisi atau perbandingan antara satu produk dengan produk
lain (sales mix) haruslah tetap. Apabila terjadi perubahan misalnya terjadi
kenaikan 20% pada produk A sedangkan produk B tetap maka BEP pun akan berubah.
5. Margin
Of Safety. Dalam hubungannya dengan analisis BEP yaitu untuk menentukan
seberapa jauhkah berkurangnya penjualan agar perusahaan tidak menderita
kerugian. Formulasinya adalah sebagai berikut:
9.
MARGIN OF SAFETY
Suatu
perusahaan yang mempunyai margin of safety yang besar adalah lebih baik bila
dibandingkan dengan perusahaan yang mempunyai margin of safety yang rendah,
karena margin of safety menunjukkan indikasi atau memberikan gambaran kepada
manajemen berapakah penurunan penjualan yang dapat ditolerir sehingga
perusahaan tidak menderita rugi tetapi juga belum memperoleh laba.
Prosentase
dari Margin of Safety dapat dihubungkan langsung dengan:- Perubahan Biaya Tetap
- Kenaikan Biaya Variabel
- Kenaikan Harga Jual
- Perubahan Komposisi Penjualan
10. CONTOH KASUS BREAK EVEN POINT
PT. Lilianto Ichsan membuat
dan menjual dua jenis produk yaitu Kosimil dan Lusimol. Total biaya
tetap untuk kedua jenis produk tersebut Rp. 60.000,00. Harga jual,
biaya variabel, dan laba kontribusi per unit serta rasio masing-masing
produk adalah :
Produk Kosimil
Produk Lusimol
Harga Jual
Rp. 12,00 100% Rp.
8,00 100%
Biaya Variabel
Rp. 6,00 50%
Rp. 6,00 75%
Laba
Kontribusi
Rp.
6,00 50%
Rp. 2,00 25%
1. Jika komposisi penjualan produk K dan L dalam unit
masing-masing
1 : 1 atau dalam rupiah 3 : 2,
hitunglah penjualan pada titik
impas dengan teknik :
a. Rasio LK rata-rata
b. LK rata-rata per unit
2. Jika total penjualan yang direncanakan untuk
kedua jenis produk
tersebut sebesar 20.000 unit,
dan komposisi penjualan produk K
dan L dalam unit masing-masing 1
: 1 atau dalam rupiah 3 : 2,
hitunglah besarnya laba yang direncanakan
Penyelesaian :
1. Menghitung
penjualan pada titik impas dengan komposisi produk K
dan L dalam unit 1 : 1 atau dalam rupiah 3 :
2.
a.
Teknik CM ratio rata-rata
a + i
BEP (Rp) =
-----------------------------
Rasio Laba Kontr. Rata-rata
Rp. 60.000 + 0
= -------------------------- = Rp. 150.000,00
(50% X 3) + (25% X 2)
--------------------------
3 + 2
Titik impas tercapai pada penjualan sebesar Rp.
150.000,00. Produk
K dan produk L dengan komposisi 3 : 2, maka
produk K sebesar = 3/5
(Rp. 150.000) = Rp. 90.000,00 dan
produk L sebanyak Rp. = 2/5
(Rp. 150.000) = Rp. 60.000,00.
b. Teknik Laba Kontribusi Rata-rata per unit
a + i
BEP (Unit) =
--------------------------------
Laba
Kontr. Rata-rata per unit
Rp. 60.000 + 0
= -------------------------------
(Rp. 6,00 X
1) + (Rp. 2,00 X 1)
--------------------------------
1
+ 1
Rp. 60.000
= --------------------
= 15.000 unit
4
Titik impas tercapai pada penjualan sebanyak 15.000
unit, produk
K dan produk L dengan komposisi 1 : 1,
maka penjualan produk
K = 1/2 (15.000 ) = 7.500 unit,
dan produk L = 1/2 (15.000) =
7.500 unit.
Bukti :
Produk K
Produk L
Total
7.500
unit
7.500 unit 15.000 unit
Jumlah
% Jumlah
% Jumlah %
Penjualan
Rp. 90.000 100 Rp. 60.000 100 Rp. 150.000
100
Biaya Variabel
45.000 50
45.000 75
90.000 60
-------------------------------------------------------
Laba Kontribusi
45.000 50
15.000 25
60.000 40
Biaya
Tetap
60.000
--------
Laba
Bersih
0
2. Jika
total penjualan 20.000 unit dengan komposisi penjualan
produk k dan L masing-masing dalam unit 1 :
1 atau dalam rupiah
3 : 2, maka besarnya laba adalah :
Produk
K
Produk L Total
10.000
unit 10.000
unit 20.000 unit
Jumlah %
Jumlah %
Jumlah %
Penjualan Rp.
120.000 100 Rp. 80.000 100 Rp.
200.000 100
Biaya Variabel
60.000 50
60.000 75
120.000 60
--------------------------------------------------------
Laba
Kontribusi 60.000
50 20.000
25 80.000 40
Biaya
Tetap
60.000
---------
Laba
Bersih
20.000
Kesimpulan
:
Dampak Perubahan Komposisi Penjualan
terhadap hubungan CPV Perusahaan yang menjual lebih dari satu
macam produk seringkali mempunyai kesempatan untuk menaikkan laba
kontribusi dan menurunkan titik impas dengan cara memperbaiki komposisi
penjualan, yaitu menaikkan proporsi penjualan produk yang
menghasilkan rasio laba kontribusi (contribution margin ratio) yang tinggi.
SUMBER :
http://lilianto-ichsan.blogspot.co.id/2012/04/contoh-kasus-break-even-point.html
http://anakkeciilsangadh.blogspot.co.id/2012/04/analisa-break-even-point-bep_22.html
http://restoe-ibu.blogspot.co.id/2012/01/break-even-point-pengertian-perhitungan.html
http://zahiraccounting.com/id/blog/break-even-point-bep/