Light Pink Pointer

Senin, 02 Mei 2016

Tulisan Kewirausahaan Minggu 3

Cerpen      : Senyuman Abi
Pengarang  : Rafika Paramita Riztanto

Nama : Rafika Paramita Riztanto
Kelas  :2DA02
NPM  :48214747

SENYUMAN ABI
“Asalammualaikum...”
Sesaat perhatianku teralihkan oleh wanita berkacamata berparas cantik dengan kulit putih yang ditutupi dengan hijab syar’i berwarna biru muda,
 “Waalaikumsalam,Fatimah” jawabku dengan menyengirkan senyumanku,
“Kok muka kamu kusut? Ada apa,Han?” tanya Fatimah cemas
“Tidak apa-apa,hem, Hana cuma kepikiran dengan ulangan yang akan diadakan dua hari lagi, Hana belum mempersiapkannya dengan matang”Jawabku sedih. Memang benar, dua hari lagi seluruh kelas akan mengadakan ujian akhir semester.
“Oh, begitu”,jawabnya,”Hem, Bagaimana kalau Fatimah bantu? Fatimah ada waktu luang untuk belajar bersama. Siapa tau, kalau kita mengerjakan bersama, tugas-tugas akan menjadi ringan”jawabnya dengan senyuman tulus. Fatimah adalah sahabatku sejak kita duduk di bangku Sekolah Dasar.  Fatimah cantik dan sangat peduli, tak heran banyak temanku yang menyukai Fatimah.  Selain cantik dan baik hati, Fatimah juga memiliki otak yang sangat encer.
“Benarkah? Apa Hana tidak menganggu kamu,Fat?” tanyaku cemas, takut-takut kalau dia sedikit terganggu dengan mengajariku. “Tidak,”jawabnya tegas “Fatimah sebenarnya lebih suka belajar bersama dengan teman-teman.”
“Alhamdulillah,” syukurku “Baiklah, kapan kita belajarnya?” Tanyaku dengan penuh semangat.
“Bagaimana kalau pulang sekolah setelah shalat Dzuhur? Dan bagaimana kalau dirumahku saja? Kebetulan, Ayahku baru saja pulang dari luar kota, ayahku membawa banyak oleh-oleh untuk dimakan,” Ajak Fatimah yang tidak kalah dengan semangatnya.
“Oke, nanti Hana pergi ke rumah fatimah ya...” Jawabku
“Iya, Fatimah tunggu. Hana, Fatimah kembali ke kelas duluan ya, Asalammualaikum”
“Iya, terima kasih Fatimah .Waalaikum salam” aku melambai kepergiannya. Kelasku dengan Fatimah berbeda, aku di kelas 9.3 dan dia di kelas unggulan 9.1. walaupun begitu, Fatimah tidak pernah sombong terhadapku dan selalu menolongku jika aku ada kesusahan dan kita juga sering pergi-pulang bersama.
 “Fatimah memang sahabat sejati. ”gumamku dalam hati.
***
Bel pulang sudah menggema di setiap sudut sekolah. Dari kejauhan aku melihat Fatimah bersama ayahnya sedang berbincang di depan pagar sekolah. Ayah Fatimah adalah orang yang sangat baik, walaupun usianya sudah berkepala empat, namun Ayah Fatimah masih terlihat muda. Ayah Fatimah adalah seorang pembisnis yang selalu pergi ke luar kota. Kemarin, aku mendengar dari Fatimah bahwa Ayahnya baru saja pulang dari Surabaya.
“Aku ingin akrab sama Abi, seperti Fatimah yang akrab sama Ayahnya.”Gumamku dalam hati.
Yah, Pekerjaan Abi sama Ayah Fatimah sama, bedanya Ayah Fatimah seorang pembisnis dengan perusahaan yang maju dan aku dengar Ayah Fatimah adalah pemimpinnya, sedangkan Ayahku atau biasa aku sebut Abi adalah seorang supir pengantar barang yang biasa pulang-pergi ke luar kota.
Jarang sekali aku bertemu Abi di rumah sehingga hubungan aku sama Abi tidak seperti hubungan Fatimah dengan ayahnya.
Abi adalah seorang yang tegas,aku terkadang takut sama Abi apabila aku melakukan kesalahan. Abi ku sedang berada dirumah karena Abi sedang Istirahat setelah perjalanan yang melelahkan.
Meski di rumah, Abi terlihat cuek atau tidak peduli.
Aku tidak tahu, mengapa Abi bersikap seperti itu. Hampir 2 tahun setelah menjadi supir dan hampir 2 setengah tahun setelah kepergian Umi, aku tidak pernah melihat Abi tersenyum kepadaku lagi.
Pernah, pada suatu malam hari, aku melihat Abi sedang menangis di depan foto Umi. Melihat Abi menangis karena rindu Umi, hatiku sangat sedih. Aku ingin lihat Abi tersenyum lagi.
“Hana!” sapa Fatimah dari arah gerbang sekolah.
“I-iya, Hana akan kesana!” Teriakku pada Fatimah. Hampir saja aku menangis di sekolah.
“Asalammualaikum” sapaku sambil membawa sepeda hijau kesayanganku.
“Waalaikum salam” jawab Ayah Fatimah, segera aku mencium tangan Ayah Fatimah
“Nak Hana, apa kabar? Gimana kabar bapakmu?” tanya Ayah Fatimah. “Alhamdulillah sehat ayah, Ayah apa kabar? Kudengar ada oleh-oleh di rumah? Aku boleh bagi gak?” tanyaku jahil.
“Oh, tentu boleh. Tapi, harus hapalan satu buku Juz amma ya?” Jawab Ayah fatimah yang tak kalah jahilnya. Memang, Ayah Fatimah adalah seorang yang sangat tekun terhadap agama dan kudengar dari Fatimah, dia adalah penghafal Al-Quran.
“Hus, Ayah... gak boleh gitu sama Hana, nanti Hana mau ke rumah kita, boleh ya,yah.” Kata Fatimah yang segera mengalihkan pembicaraan.
Aku tersenyum manis di depan Ayah Fatimah, dengan berharap dapat izin darinya.
“Tentu saja boleh, pintu selalu terbuka buat Hana,tapi...” jawab Ayah Fatimah dengan senyuman jahilnya.
“Tapi, kenapa yah?” jawabku heran”Hafalan satu Al-Quran? Jangan ayah, Hana belum hapal semuanya, baru setengah”jawabku takut.
“hahaha, tentu saja tidak,” lanjut Ayah “kalau mau ke rumah kami, harus salam dulu, baru pintunya terbuka buat Hana” gurau Ayah.
“Tentu saja ayah, salam ketika bertemu sesama muslim merupakan suatu anjuran Rasulullah SAW, dan salam merupakan suatu Doa, buka begitu Ayah?” tanyaku
“Pintar kamu.”puji Ayah Fatimah kepadaku.
“Ayah dan Fatimah, Hana pulang dulu ya, Hana belum menyiapkan makan siang buat Abi. Dah, Fatimah, jangan lupa jam Setengah 2 ya,Hana Samper” kataku
“Iya, Hati-hati yah.”Jawab Fatimah. “Jangan sampai gosong masakan kamu” jawab Ayah jahil.
“Beres, yah, Asalammualaikum”
“Waalaikum salam”
Segera aku kayuh sepedahku menuju rumah yang terletak tak jauh dari sekolah.
***
Sesampainya di rumah, segera aku memakirkan sepedahku di perkarangan belakang rumah.
“Asalammualaikum, Abi?” sapa ku,
tanpa menunggu jawaban salam, segera aku masuk rumah dan melihat Abi sedang menonton Televisi di bangku ruang tamu.
Kulihat mata Abi menuju televisi, namun matanya terlihat seperti memikirkan sesuatu.
“Asalammualaikum,Bi.” Sapaku lagi. Kulihat Abi terkaget melihat kedatanganku “Waalaikum salam” jawab Abi, segera aku mencium tangan Abi.
“Bi, Abi udah makan?” tanyaku ke Abi cemas. “Udah,han. Kalau kamu mau makan, makan saja, ada Nasi goreng di dapur,Abi sudah beli” jawab Abi datar. “Bi, Aku mau belajar bersama dengan Fatimah, Hana boleh kesana nanti abis makan?” tanya aku membuyarkan keheningan dianttara aku dan Abi.
“Boleh.” Jawab Abi datar.
Segera aku menuju dapur dan melihat Abi masih duduk di bangku.
“Abi,Aku rindu Abi yang ceria” gumamku dalam hati.

 ***

“Asalammualaikum, Fatimah...Fatimah...”
Aku sudah memanggil Fatimah di depan pagarnya selama hampir 5 menit, namun Fatimah belum keluar dari ambang pintu.
 Kulihat di halaman depan, terlihat sepi apa mungkin, Fatimah lupa?gumamku dalam hati,”Ah, gak mungkin, Fatimah selalu menepati janji” kataku yakin.
“Waalaikumsalam,” Sahut seorang wanita dari dalam rumah
Click, pintu terbuka
Tampak seorang wanita paruh baya yang memakai kerudung panjang berwarna merah marun yang ku kenali sebagai Ibu Fatimah atau biasa aku panggil Bunda.
“Eh, nak Hana, maaf ya, Bunda tadi nonton televisi” Jawab Bunda yang segera menghampiriku di depan pagar,untuk membuka pagar.”Bunda, Fatimah ada?” Tanyaku ke bunda.
“Fatimah ada di dalam, tapi dia sedang mengaji sama ayahnya,”Jawab Bunda “Silahkan masuk dulu nak Hana, nanti tunggu Fatimah di dalam.”
“Iya Bunda, Maaf menganggu.”
Ku buka sendalku di depan alas pintu lalu aku masuk bersama Bunda, Rumah yang kulihat dari luar sangatlah indah, begitupun di dalamnya. Dinding yang bercat biru muda dengan langit-langit bergambar awan tampak seperti aku masuk di atas awan, Sungguh aku menyukai ruang tamu seperti ini.
“Hana, mau minum apa? Nanti Bunda buatin.” Tawar bunda. “Air putih aja bun, Hana cuman belajar bersama dengan Fatimah.” Jawabku. “Masa Air putih? Yaudah nanti Bunda buatin minuman yang spesial, tunggu disini ya.” Ujar Bunda. “Maaf merepotkan,Bun” jawabku
Aku bersantai di sofa yang sangat empuk berwarna biru tua yang serasi dengan warna cat dinding ruang tamu. Kudengar alunan bunyi Al-Quran di ruang atas, yang kuyakini itu adalah suara Fatimah. Selain cantik, mempunyai otak yang encer, dan baik hati Fatimah juga mempunyai suara yang merdu setiap dia membaca surah Al-Quran.
“Sodaqollahul adzim...”
Baru saja aku menikmati alunan merdu suara Fatimah, ternyata sudah selesai.
Duk...duk...duk... Aku mendengar bunyi langkah kaki dari arah tangga , segera aku tengok, ternyata gadis dengan kerudung panjang berwarna putih dengan wajah cemasnya menuju ke arahku.
“Maaf ya, han, nunggu lama ya?” tanya Fatimah cemas. “enggak kok, Hana baru saja sampai” jawabku.
“Ayo, kita belajar Fatimah, aku sudah tidak sabaar.”kataku dengan penuh semangat.
“Iya, aku ambil buku du ya.” Jawab Fatimah dengan senyum cerianya.
Belajar bersama dengan Fatimah sangatlah menyenangkan. Semua mata pelajaran yang tadinya terlihat sulit, kini menjadi mudah apabila aku meyerapinya lebih dalam. Fatimah selalu sabar dalam mengajariku, tak heran jika da adalah siswi smp terpandai di sekolahku.
“Fatimah, makasih ya, sudah mengajariku hari ini, besok aku akan datang lagi.” Kataku sembari meminum minuman spesial dari bunda. “Iya, sama-sama Hana,” Jawab Fatimah “Menolong saudara dan memberi ilmu itu juga merupakan perintah Rasulullah SAW” jawabnya dengan senyum yang selalu menggantung dibibirnya.
“iya..” jawabku.
***
Aku sudah belajar pada siang hari bersama Fatimah dan malam hari. Ujian akhir semester ini menurutku sangatlah mudah daripada semester sebelumnya, Alhamdulillah, Aku tidak mendapatkan kesulitan dalam menjawab Ujian.
“Fatimah, Makasih ya, sudah membantu Hana selama beberapa hari ini." Kataku dengan senyum semanis buah jeruk mandarin. "Iya, sama-sama Hana"jawabnya.
Pengumuman siapa yang menjadi juara kelas sudah tiba, semua orang tua dan wali murid sudah berkumpul di lapangan yang sudah ditutupi dengan tenda ,termasuk Abi. Dengan pakaian kemeja berwarna biru bergaris tipis kulihat Abi sedang berbaris paling depan.
Kulihat piala berjejer di samping sudut sekolah.
"Ya Allah, aku mohon, Hana ingin mendapat juara kelas, Hana ingin melihat Abi bangga ,Hana ingin melihat senyuman Abi" doaku dalam hati.
"Selamat pagi para orang tua dan wali serta anak-anakku yang tercinta, karena pembagian hasil nilai akan dibagikan setelah pemberian juara kelas, kini tanpa membuang waktu, saya akan mengumumkan siswa dan siswi yang juara kelas"
"Untuk kelas 9.1 juara ketiga adalah Rima syafirrahman, juara kedua adalah Farhan Fadlurrachman dan juara pertama adalah Fatimah Azzahra" semua bertepuk ke arah siswa-siswi yang dipanggil,kulihat Fatimah sedang melambai ke arahAyah Fatimah di atas podium. "Alhamdulillah, juara Fatimah tidak turun"syukurku.
Setelah pembagian piala dan sebuah bungkusan kado, Kulihat, Fatimah segera menuju ke tenda biru tempat duduk Ayah Fatimah berada. Ayah Fatimah terlihat sangat bangga ,dan dia mengelus kepala Fatimah sambil memberi senyuman ceria. "Aku mau Abi seperti itu," terlintas di fikiranku sambil melihat Abi "Fatimah, pasti sangat senang,sudah pantas,dia menjadi juara."
Setelah pengumuman juara pada kelas 9.2,kini kelasku di sebut
"kemudian,pada kelas 9.3 juara ketiga jatuh pada Ria otome.." dag...dig...dug... jantungku bergema dengan sangat keras"Hana pasti juara dua," pikirku
"Juara kedua jatuh kepada Irina Gino..."
"Masa aku juara satu? Gak mungkin ah .. Bismillah jantungku rasanya ingin copot dan terdengar seperti alaunan musik afrika.
"Juara pertama jatuh kepada..." dag...dig...dug..."Rian Febrian"
Aku tercengang, rasanya ,jantungku sudah pecah di dalam. Tiba-tiba aku meneteskan air mata "kenapa Hana bisa ge-er begini?, bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada Abi? Aku sudah gagal... maafkan Hana,mi..." gumamku dalam hati. Segera aku menuju belakang sekolah untuk menghilangkan air mata yang mengalir deras .
"Hana,"sapa pria bertubuh jangkung dengan kemeja putih dengan suara berat yang kuyakini adalah ABI?!
Aku segera menghapus air mataku dengan kerudungku,tak ingin melihat Abi yang melihatku seperti ini, "Ada apa bi?" Tanyaku sambil membelakangi badan pada Abi
"Abi tau,kamu sedih... Abi tau kamu sudah berjuang dengan susah payah selama ujian ini, Abi tau kamu sudah berjuang demi Abi," kata Abi,"Abi tahu karena Abi lihat buku diary kamu,tadi pagi"sambil memegang pundakku aku merunduk malu,karena rahasia dari buku diaryku sudah terbaca oleh Abi
"tapi, perjuangan kamu untuk ini,gak sia-sia han," aku berbalik melihat wajah Abi "Abi selalu rindu Hana saat Abi sedang kerja, Abi selalu memerhatikan Hana,apa Hana udah makan atau belum ,Abi selalu menyiapkan makanan sepulang Hana sekolah,dan Abi minta maaf karena sering bohongin Hana, kalau makanan yang Abi beli adalah makanan yang Abi buat untuk Hana, Abi gak mau kalau Hana kecewa atas masakan Abi yang belum sempurna seperti Umi,maafkan Abi yah,Abi selama ini bersikap seolah tidak peduli sama Hana..." kata-kata Abi membuat aku terjatuh di pelukan Abi,aku menangis sejadi-jadinya dipelukan Abi.
"Abi, maafin Hana juga ya, Hana gak bisa menjadi Juara kelas seperti Fatimah."
Abi mengelus di kepalaku seperti yang dilakukan Ayah Fatimah kepada Fatimah"Tidak apa, Hana tetap menjadi juara di mata Abi"
"Hana sayang Abi." Kataku dengan melepas pelukanku kepada Abi
"Abi juga sayang Hana"kata Abi
Abi kemudian tersenyum kepadaku, sudah 2 tahun lamanya aku tidak pernah melihat senyuman Abi secerah ini, Senyuman Abi memang mempesona.
Aku rasa aku tidak gagal dalam ujian ini, karena kegagalan untuk mendapatkan juara bukan berarti aku gagal 100% dalam semua mata pelajaran. Menurutku, juara hanya sebuah kado untuk siswa atau siswi yang sudah berjuang keras.
Dan kadoku adalah...
Senyuman Abi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar