Cerpen : Senyuman Abi
Pengarang : Rafika Paramita Riztanto
Nama : Rafika Paramita Riztanto
Kelas :2DA02
NPM :48214747
SENYUMAN
ABI
“Asalammualaikum...”
Sesaat perhatianku
teralihkan oleh wanita berkacamata berparas cantik dengan kulit putih yang
ditutupi dengan hijab syar’i berwarna biru muda,
“Waalaikumsalam,Fatimah” jawabku dengan
menyengirkan senyumanku,
“Kok muka kamu kusut?
Ada apa,Han?” tanya Fatimah cemas
“Tidak apa-apa,hem,
Hana cuma kepikiran dengan ulangan yang akan diadakan dua hari lagi, Hana belum
mempersiapkannya dengan matang”Jawabku sedih. Memang benar, dua hari lagi
seluruh kelas akan mengadakan ujian akhir semester.
“Oh,
begitu”,jawabnya,”Hem, Bagaimana kalau Fatimah bantu? Fatimah ada waktu luang
untuk belajar bersama. Siapa tau, kalau kita mengerjakan bersama, tugas-tugas
akan menjadi ringan”jawabnya dengan senyuman tulus. Fatimah adalah sahabatku sejak
kita duduk di bangku Sekolah Dasar.
Fatimah cantik dan sangat peduli, tak heran banyak temanku yang menyukai
Fatimah. Selain cantik dan baik hati,
Fatimah juga memiliki otak yang sangat encer.
“Benarkah? Apa Hana
tidak menganggu kamu,Fat?” tanyaku cemas, takut-takut kalau dia sedikit
terganggu dengan mengajariku. “Tidak,”jawabnya tegas “Fatimah sebenarnya lebih
suka belajar bersama dengan teman-teman.”
“Alhamdulillah,”
syukurku “Baiklah, kapan kita belajarnya?” Tanyaku dengan penuh semangat.
“Bagaimana kalau pulang
sekolah setelah shalat Dzuhur? Dan bagaimana kalau dirumahku saja? Kebetulan,
Ayahku baru saja pulang dari luar kota, ayahku membawa banyak oleh-oleh untuk
dimakan,” Ajak Fatimah yang tidak kalah dengan semangatnya.
“Oke, nanti Hana pergi
ke rumah fatimah ya...” Jawabku
“Iya, Fatimah tunggu.
Hana, Fatimah kembali ke kelas duluan ya, Asalammualaikum”
“Iya, terima kasih
Fatimah .Waalaikum salam” aku melambai kepergiannya. Kelasku dengan Fatimah
berbeda, aku di kelas 9.3 dan dia di kelas unggulan 9.1. walaupun begitu,
Fatimah tidak pernah sombong terhadapku dan selalu menolongku jika aku ada
kesusahan dan kita juga sering pergi-pulang bersama.
“Fatimah memang sahabat sejati. ”gumamku dalam
hati.
***
Bel pulang sudah
menggema di setiap sudut sekolah. Dari kejauhan aku melihat Fatimah bersama
ayahnya sedang berbincang di depan pagar sekolah. Ayah Fatimah adalah orang
yang sangat baik, walaupun usianya sudah berkepala empat, namun Ayah Fatimah
masih terlihat muda. Ayah Fatimah adalah seorang pembisnis yang selalu pergi ke
luar kota. Kemarin, aku mendengar dari Fatimah bahwa Ayahnya baru saja pulang
dari Surabaya.
“Aku ingin akrab sama
Abi, seperti Fatimah yang akrab sama Ayahnya.”Gumamku dalam hati.
Yah, Pekerjaan Abi sama
Ayah Fatimah sama, bedanya Ayah Fatimah seorang pembisnis dengan perusahaan
yang maju dan aku dengar Ayah Fatimah adalah pemimpinnya, sedangkan Ayahku atau
biasa aku sebut Abi adalah seorang supir pengantar barang yang biasa
pulang-pergi ke luar kota.
Jarang sekali aku
bertemu Abi di rumah sehingga hubungan aku sama Abi tidak seperti hubungan
Fatimah dengan ayahnya.
Abi adalah seorang yang
tegas,aku terkadang takut sama Abi apabila aku melakukan kesalahan. Abi ku
sedang berada dirumah karena Abi sedang Istirahat setelah perjalanan yang
melelahkan.
Meski di rumah, Abi
terlihat cuek atau tidak peduli.
Aku tidak tahu, mengapa
Abi bersikap seperti itu. Hampir 2 tahun setelah menjadi supir dan hampir 2
setengah tahun setelah kepergian Umi, aku tidak pernah melihat Abi tersenyum
kepadaku lagi.
Pernah, pada suatu
malam hari, aku melihat Abi sedang menangis di depan foto Umi. Melihat Abi
menangis karena rindu Umi, hatiku sangat sedih. Aku ingin lihat Abi tersenyum
lagi.
“Hana!” sapa Fatimah
dari arah gerbang sekolah.
“I-iya, Hana akan kesana!”
Teriakku pada Fatimah. Hampir saja aku menangis di sekolah.
“Asalammualaikum”
sapaku sambil membawa sepeda hijau kesayanganku.
“Waalaikum salam” jawab
Ayah Fatimah, segera aku mencium tangan Ayah Fatimah
“Nak Hana, apa kabar?
Gimana kabar bapakmu?” tanya Ayah Fatimah. “Alhamdulillah sehat ayah, Ayah apa
kabar? Kudengar ada oleh-oleh di rumah? Aku boleh bagi gak?” tanyaku jahil.
“Oh, tentu boleh. Tapi,
harus hapalan satu buku Juz amma ya?” Jawab Ayah fatimah yang tak kalah
jahilnya. Memang, Ayah Fatimah adalah seorang yang sangat tekun terhadap agama
dan kudengar dari Fatimah, dia adalah penghafal Al-Quran.
“Hus, Ayah... gak boleh
gitu sama Hana, nanti Hana mau ke rumah kita, boleh ya,yah.” Kata Fatimah yang
segera mengalihkan pembicaraan.
Aku tersenyum manis di
depan Ayah Fatimah, dengan berharap dapat izin darinya.
“Tentu saja boleh,
pintu selalu terbuka buat Hana,tapi...” jawab Ayah Fatimah dengan senyuman
jahilnya.
“Tapi, kenapa yah?”
jawabku heran”Hafalan satu Al-Quran? Jangan ayah, Hana belum hapal semuanya,
baru setengah”jawabku takut.
“hahaha, tentu saja
tidak,” lanjut Ayah “kalau mau ke rumah kami, harus salam dulu, baru pintunya
terbuka buat Hana” gurau Ayah.
“Tentu saja ayah, salam
ketika bertemu sesama muslim merupakan suatu anjuran Rasulullah SAW, dan salam
merupakan suatu Doa, buka begitu Ayah?” tanyaku
“Pintar kamu.”puji Ayah
Fatimah kepadaku.
“Ayah dan Fatimah, Hana
pulang dulu ya, Hana belum menyiapkan makan siang buat Abi. Dah, Fatimah,
jangan lupa jam Setengah 2 ya,Hana Samper” kataku
“Iya, Hati-hati
yah.”Jawab Fatimah. “Jangan sampai gosong masakan kamu” jawab Ayah jahil.
“Beres, yah,
Asalammualaikum”
“Waalaikum salam”
Segera aku kayuh
sepedahku menuju rumah yang terletak tak jauh dari sekolah.
***
Sesampainya di rumah,
segera aku memakirkan sepedahku di perkarangan belakang rumah.
“Asalammualaikum, Abi?”
sapa ku,
tanpa menunggu jawaban
salam, segera aku masuk rumah dan melihat Abi sedang menonton Televisi di
bangku ruang tamu.
Kulihat mata Abi menuju
televisi, namun matanya terlihat seperti memikirkan sesuatu.
“Asalammualaikum,Bi.”
Sapaku lagi. Kulihat Abi terkaget melihat kedatanganku “Waalaikum salam” jawab
Abi, segera aku mencium tangan Abi.
“Bi, Abi udah makan?”
tanyaku ke Abi cemas. “Udah,han. Kalau kamu mau makan, makan saja, ada Nasi
goreng di dapur,Abi sudah beli” jawab Abi datar. “Bi, Aku mau belajar bersama
dengan Fatimah, Hana boleh kesana nanti abis makan?” tanya aku membuyarkan
keheningan dianttara aku dan Abi.
“Boleh.” Jawab Abi
datar.
Segera aku menuju dapur
dan melihat Abi masih duduk di bangku.
“Abi,Aku rindu Abi yang
ceria” gumamku dalam hati.
***
“Asalammualaikum,
Fatimah...Fatimah...”
Aku sudah memanggil
Fatimah di depan pagarnya selama hampir 5 menit, namun Fatimah belum keluar
dari ambang pintu.
Kulihat di halaman
depan, terlihat sepi apa mungkin, Fatimah lupa?gumamku dalam hati,”Ah, gak
mungkin, Fatimah selalu menepati janji” kataku yakin.
“Waalaikumsalam,” Sahut
seorang wanita dari dalam rumah
Click, pintu terbuka
Tampak seorang wanita
paruh baya yang memakai kerudung panjang berwarna merah marun yang ku kenali
sebagai Ibu Fatimah atau biasa aku panggil Bunda.
“Eh, nak Hana, maaf ya,
Bunda tadi nonton televisi” Jawab Bunda yang segera menghampiriku di depan
pagar,untuk membuka pagar.”Bunda, Fatimah ada?” Tanyaku ke bunda.
“Fatimah ada di dalam,
tapi dia sedang mengaji sama ayahnya,”Jawab Bunda “Silahkan masuk dulu nak
Hana, nanti tunggu Fatimah di dalam.”
“Iya Bunda, Maaf
menganggu.”
Ku buka sendalku di
depan alas pintu lalu aku masuk bersama Bunda, Rumah yang kulihat dari luar
sangatlah indah, begitupun di dalamnya. Dinding yang bercat biru muda dengan
langit-langit bergambar awan tampak seperti aku masuk di atas awan, Sungguh aku
menyukai ruang tamu seperti ini.
“Hana, mau minum apa?
Nanti Bunda buatin.” Tawar bunda. “Air putih aja bun, Hana cuman belajar
bersama dengan Fatimah.” Jawabku. “Masa Air putih? Yaudah nanti Bunda buatin
minuman yang spesial, tunggu disini ya.” Ujar Bunda. “Maaf merepotkan,Bun”
jawabku
Aku bersantai di sofa
yang sangat empuk berwarna biru tua yang serasi dengan warna cat dinding ruang
tamu. Kudengar alunan bunyi Al-Quran di ruang atas, yang kuyakini itu adalah
suara Fatimah. Selain cantik, mempunyai otak yang encer, dan baik hati Fatimah
juga mempunyai suara yang merdu setiap dia membaca surah Al-Quran.
“Sodaqollahul adzim...”
Baru saja aku menikmati
alunan merdu suara Fatimah, ternyata sudah selesai.
Duk...duk...duk... Aku
mendengar bunyi langkah kaki dari arah tangga , segera aku tengok, ternyata
gadis dengan kerudung panjang berwarna putih dengan wajah cemasnya menuju ke
arahku.
“Maaf ya, han, nunggu
lama ya?” tanya Fatimah cemas. “enggak kok, Hana baru saja sampai” jawabku.
“Ayo, kita belajar
Fatimah, aku sudah tidak sabaar.”kataku dengan penuh semangat.
“Iya, aku ambil buku du
ya.” Jawab Fatimah dengan senyum cerianya.
Belajar bersama dengan
Fatimah sangatlah menyenangkan. Semua mata pelajaran yang tadinya terlihat
sulit, kini menjadi mudah apabila aku meyerapinya lebih dalam. Fatimah selalu
sabar dalam mengajariku, tak heran jika da adalah siswi smp terpandai di
sekolahku.
“Fatimah, makasih ya,
sudah mengajariku hari ini, besok aku akan datang lagi.” Kataku sembari meminum
minuman spesial dari bunda. “Iya, sama-sama Hana,” Jawab Fatimah “Menolong
saudara dan memberi ilmu itu juga merupakan perintah Rasulullah SAW” jawabnya
dengan senyum yang selalu menggantung dibibirnya.
“iya..” jawabku.
***
Aku sudah belajar pada
siang hari bersama Fatimah dan malam hari. Ujian akhir semester ini menurutku
sangatlah mudah daripada semester sebelumnya, Alhamdulillah, Aku tidak
mendapatkan kesulitan dalam menjawab Ujian.
“Fatimah, Makasih ya,
sudah membantu Hana selama beberapa hari ini." Kataku dengan senyum
semanis buah jeruk mandarin. "Iya, sama-sama Hana"jawabnya.
Pengumuman siapa yang
menjadi juara kelas sudah tiba, semua orang tua dan wali murid sudah berkumpul
di lapangan yang sudah ditutupi dengan tenda ,termasuk Abi. Dengan pakaian
kemeja berwarna biru bergaris tipis kulihat Abi sedang berbaris paling depan.
Kulihat piala berjejer
di samping sudut sekolah.
"Ya Allah, aku
mohon, Hana ingin mendapat juara kelas, Hana ingin melihat Abi bangga ,Hana
ingin melihat senyuman Abi" doaku dalam hati.
"Selamat pagi para
orang tua dan wali serta anak-anakku yang tercinta, karena pembagian hasil nilai
akan dibagikan setelah pemberian juara kelas, kini tanpa membuang waktu, saya
akan mengumumkan siswa dan siswi yang juara kelas"
"Untuk kelas 9.1
juara ketiga adalah Rima syafirrahman, juara kedua adalah Farhan Fadlurrachman
dan juara pertama adalah Fatimah Azzahra" semua bertepuk ke arah
siswa-siswi yang dipanggil,kulihat Fatimah sedang melambai ke arahAyah Fatimah
di atas podium. "Alhamdulillah, juara Fatimah tidak turun"syukurku.
Setelah pembagian piala
dan sebuah bungkusan kado, Kulihat, Fatimah segera menuju ke tenda biru tempat
duduk Ayah Fatimah berada. Ayah Fatimah terlihat sangat bangga ,dan dia
mengelus kepala Fatimah sambil memberi senyuman ceria. "Aku mau Abi
seperti itu," terlintas di fikiranku sambil melihat Abi "Fatimah, pasti
sangat senang,sudah pantas,dia menjadi juara."
Setelah pengumuman
juara pada kelas 9.2,kini kelasku di sebut
"kemudian,pada
kelas 9.3 juara ketiga jatuh pada Ria otome.." dag...dig...dug...
jantungku bergema dengan sangat keras"Hana pasti juara dua," pikirku
"Juara kedua jatuh
kepada Irina Gino..."
"Masa aku juara
satu? Gak mungkin ah .. Bismillah jantungku rasanya ingin copot dan terdengar
seperti alaunan musik afrika.
"Juara pertama
jatuh kepada..." dag...dig...dug..."Rian Febrian"
Aku tercengang, rasanya
,jantungku sudah pecah di dalam. Tiba-tiba aku meneteskan air mata "kenapa
Hana bisa ge-er begini?, bagaimana ini? Apa yang harus aku katakan pada Abi?
Aku sudah gagal... maafkan Hana,mi..." gumamku dalam hati. Segera aku
menuju belakang sekolah untuk menghilangkan air mata yang mengalir deras .
"Hana,"sapa
pria bertubuh jangkung dengan kemeja putih dengan suara berat yang kuyakini
adalah ABI?!
Aku segera menghapus
air mataku dengan kerudungku,tak ingin melihat Abi yang melihatku seperti ini,
"Ada apa bi?" Tanyaku sambil membelakangi badan pada Abi
"Abi tau,kamu
sedih... Abi tau kamu sudah berjuang dengan susah payah selama ujian ini, Abi
tau kamu sudah berjuang demi Abi," kata Abi,"Abi tahu karena Abi
lihat buku diary kamu,tadi pagi"sambil memegang pundakku aku merunduk
malu,karena rahasia dari buku diaryku sudah terbaca oleh Abi
"tapi, perjuangan
kamu untuk ini,gak sia-sia han," aku berbalik melihat wajah Abi "Abi
selalu rindu Hana saat Abi sedang kerja, Abi selalu memerhatikan Hana,apa Hana
udah makan atau belum ,Abi selalu menyiapkan makanan sepulang Hana sekolah,dan
Abi minta maaf karena sering bohongin Hana, kalau makanan yang Abi beli adalah
makanan yang Abi buat untuk Hana, Abi gak mau kalau Hana kecewa atas masakan
Abi yang belum sempurna seperti Umi,maafkan Abi yah,Abi selama ini bersikap
seolah tidak peduli sama Hana..." kata-kata Abi membuat aku terjatuh di
pelukan Abi,aku menangis sejadi-jadinya dipelukan Abi.
"Abi, maafin Hana
juga ya, Hana gak bisa menjadi Juara kelas seperti Fatimah."
Abi mengelus di kepalaku
seperti yang dilakukan Ayah Fatimah kepada Fatimah"Tidak apa, Hana tetap
menjadi juara di mata Abi"
"Hana sayang
Abi." Kataku dengan melepas pelukanku kepada Abi
"Abi juga sayang
Hana"kata Abi
Abi kemudian tersenyum
kepadaku, sudah 2 tahun lamanya aku tidak pernah melihat senyuman Abi secerah
ini, Senyuman Abi memang mempesona.
Aku rasa aku tidak
gagal dalam ujian ini, karena kegagalan untuk mendapatkan juara bukan berarti
aku gagal 100% dalam semua mata pelajaran. Menurutku, juara hanya sebuah kado
untuk siswa atau siswi yang sudah berjuang keras.
Dan kadoku adalah...
Senyuman Abi.